Campur2id - Meski jutaan warga Australia berlibur ke Bali setiap tahunnya, sebuah survei terbaru menunjukkan masih banyak di antara mereka yang tidak memiliki pengetahuan soal Indonesia.
Sejak tahun 2005, lembaga pemikir Lowy Institute di Sydney telah melakukan survei persepsi warga Australia terhadap isu-isu global termasuk mengenai Indonesia.
Dalam survei terbaru Lowy di tahun 2020 yang melibatkan 2.400 responden, terungkap bahwa hanya 39 persen di antara mereka yang mengetahui jika Indonesia adalah negara demokrasi.
Namun angka ini sebenarnya meningkat dari tahun-tahun sebelumnya, yakni 34 persen di tahun 2019 dan 24 persen di tahun 2018.
"Ada sedikit kenaikan dari jumlah warga Australia yang setuju jika Indonesia adalah negara demokrasi," kata Ben Bland, Direktur South East Asia Project di Lowy Institute kepada Erwin Renaldi dari ABC Indonesia.
Tapi sistem politik demokrasi bukan menjadi satu-satunya hal yang tidak terlalu dipahami oleh banyak warga Australia.
Bali adalah tujuan wisata di Indonesia yang paling popular bagi warga Australia, karena jaraknya dekat hanya tiga jam penerbangan dari kota Perth, Australia Barat.
Dari catatan lembaga Indonesia Institute, ada 1,24 juta warga Australia yang pergi ke Bali.
"Dari Australia Barat sendiri, sekitar 7.000 hingga 9.000 orang yang berada di Bali setiap pekannya, sebelum pandemi virus corona," ujar Ross Taylor, Presiden Indonesia Institute.
Namun dari jumlah tersebut, tidak berarti pengetahuan mereka soal Indonesia menjadi lebih baik, yang ia sebut sebagai sebuah paradoks.
"Besarnya cinta warga Australia kepada Bali hampir sama dengan besarnya rasa curiga dan ketidaktahuan mereka soal kawasan Indonesia lainnya," jelas Ross.
"Masih banyak warga Australia yang berpikir Bali adalah negara yang terpisah," tambahnya.
Tapi menurutnya, ada hubungan yang unik antara warga Australia dengan Bali, seperti banyak diantara mereka yang juga terlibat dalam menolong komunitas warga Bali, penggalangan dana, atau membantu anak yatim piatu.
"Saya rasa tidaklah tepat bagi warga Australia untuk menyebutkan hanya sebagai tempat murah untuk warga Australia berlibur dan mabuk-mabukan di sana," kata Ross.
Aksi mahasiswa saat berdemo di depan gedung MPR/DPR tahun 1998 menuntut diturunkannya Presiden Suharto saat itu. (Charles Darwin University)
Gathapura Mununggurr, seorang warga Aborigin yang bekerja di Dhimurru Aboriginal Corporation di Yirrkala, Arnhem Land, mengatakan kepada ABC pada tahun 2018 jika perdagangan dan kontak budaya dengan orang-orang Makassar meninggalkan warisan yang abadi.
"Sejarah itu dan perdagangan dengan suku Yolngu, serta sejarah kehidupan selama waktu itu masih ada sampai sekarang," kata Gathapura.
"Orang-orang menari, bernyanyi tentang mereka [nelayan Makassar], dan sangat penting bagi orang-orang Yolngu untuk mengingat mereka, bahwa mereka pernah datang, dan mereka orang pertama yang berhubungan dengan orang-orang Yolngu."
No comments:
Post a Comment